Bambang Patijaya Minta Kemenperin Larang Produksi NPI: Itu Penyelundupan Gaya Baru!
09 Juni 2023
Berita Golkar - Komisi VII DPR RI merasa kesal dengan sejumlah bos perusahaan nikel yang beroperasi di Indonesia, tapi tak bisa berbahasa Indonesia saat rapat dengar pendapat (RDP) di Senayan, Kamis.(8/6/2023).
Komisi VII mengundang sekitar 20 direktur utama perusahaan smelter dalam RDP dengan topik bahasan tata kelola niaga nikel dari beberapa perusahaan penghiliran yang telah beroperasi saat ini.
Awalnya saat rapat dimulai, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno yang menjadi pimpinan rapat, meminta masing-masing bos smelter untuk memperkenalkan diri dan perusahaannya.
Tapi ternyata, pimpinan perusahaan yang mayoritas berasal dari China itu tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka akhirnya berbicara memperkenalkan diri dengan Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin.
Baca Juga: Hadiri Penutupan TMMD Ke-116, Meutya Hafid Minta TNI Makin Profesional
Eddy pun mengkritik tindakan tersebut. Lantaran RDP adalah rapat resmi yang aturannya harus menggunakan Bahasa Indonesia.
"Ini adalah sidang parlemen resmi dan semua sidang parlemen dilakukan dalam bahasa Indonesia. Ini adalah aturan," kata Eddy dikutip dari YouTube Komisi VII DPR, Kamis (8/6/2023).
"Jadi Anda harus diwakili oleh seseorang yang dapat berbicara dalam bahasa Indonesia. Kami akan menunggu presentasi Anda jadi harap orang (penerjemah) Anda hadir di ruangan ini," tambahnya.
Setelah protes itu, para direktur perusahaan smelter nikel akhirnya memaparkan penjelasan mereka ditemani penerjemah atau manajer komunikasi perusahaannya.
Baca Juga: Bupati Aditya Halindra Minta TPPS Tuban Berinovasi Turunkan Angka Atunting
Namun, Komisi VII DPR RI juga mengeluhkan masih banyak bos smelter nikel yang tidak hadir dalam rapat itu. Yaitu Dirut PT Virtue Dragon Nickel Industry, dengan alasan telah diwakili oleh PT Gunbuster Nickel Industry yang merupakan perusahaan satu grup.
Lalu Dirut PT Weda Bay Nickel, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel, dan PT Dexin Steel Indonesia. "Itu akan menjadi catatan (dirut yang tidak hadir dalam rapat), kita akan panggil tersendiri," ujar Eddy.
Sementara bos perusahaan smelter nikel yang datang adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia (INCO), PT Wanatiara Persada, PT Gunbuster Nickel Industry, PT Obsidian Stainless Steel, Halmahera Persada Lygend.
Kemudian dari PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia, PT Wanxiang Nickel Indonesia, PT QMB New Energy Materials, PT Bukit Smelter Indonesia, PT Huake Nickel Indonesia, dan PT Huayue Nickel Cobalt.
Baca Juga: Firman Soebagyo Ingatkan Kemenkeu Tak Istimewakan Importir Bawang Putih Soal Perizinan
Anggota Komisi VII DPR yang lain, Ramson Siagian meminta pimpinan rapat untuk bersikap tegas. Ditambah lagi, beberapa perusahaan itu tidak menjelaskan kemajuan proyek mereka.
“Kalau boleh lokasi smelternya di mana dijelaskan, supaya informasinya akurat, kalau parlemen di China itu tegas, saya sudah beberapa kali ke Beijing, beda ini,” tegas Ramson.
Dalam rapat itu, Komisi VII DPR juga meminta Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid, untuk menghentikan sementara kegiatan usaha dua surveyor independen nikel. Mereka adalah PT Carsurin dan PT Anindya Wiraputra yang diduga melakukan kecurangan.
"Komisi VII DPR RI mendesak PLT Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk menangguhkan sementara kegiatan usaha PT Anindya dan PT Carsurin sebagai surveyor dalam melakukan verifikasi kualitas dan kuantitas hasil pertambanagn sampai dengan rampungnya audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hasilnya disampaikan kepada Kementerian ESDM ke Komisi VII," tutur Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto saat menyampaikan hasil kesimpulan rapat.
Baca Juga: Anne Ratna Mustika Beri Wejangan Berharga Bagi Para Finalis Putri Otonomi Indonesia 2023
Ia memaparkan, permintaan penangguhan itu karena dua surveyor itu melakukan tindakan yang berpotensi merugikan negara, saat melakukan survei kadar nikel.
Selain itu, anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Golkar Bambang Patijaya menduga adanya penyelundupan produk mineral ikutan nikel melalui ekspor Nickel Pig Iron (NPI).
Ia mengingatkan, nikel sebagai mineral kritis, cadangannya kurang lebih hanya sampai 10 tahun-13 tahun lagi dengan asumsi produksi saat ini.
Apalagi jika 17 smelter NPI selesai konstruksi, maka cadangan nikel di Tanah Air hanya bertahan kurang dari 10 tahun.
Baca Juga: Bangga! Menpora Dito Ariotedjo: Indonesia Juara Umum ASEAN Para Games 2023
“Kita melihat bahwa nikel ini produksi turunannya apa, Nickel Pig Iron kandungannya nikelnya hanya 10 persen hingga 12 persen, ini mohon maaf pak saya tidak setuju. Seharusnya Dirjen ILMATE Kemenperin tidak memperbolehkan lagi produksi NPI dari Indonesia, bagi saya itu penyelundupan gaya baru,” tuturnya.
Bambang menerangkan, sebelum ekspor bijih nikel dihentikan, ore (bijih) yang diproduksi hanya mengandung 1,7 persen hingga 2 persen nikel.
Lalu sisanya 98 persen mengandung mineral lain yang tidak terbayar royaltinya. Lantas saat ini ada NPI dengan kandungan nikel 10 persen-12 persen sisanya atau 90 persen-88 persen merupakan mineral lain.
Ia menilai hilirisasi nikel seharusnya mencontoh timah karena 20 tahun lalu smelter timah sudah berdiri di Indonesia. Saat awal smelter beroperasi, produk timah di Bangka Belitung minimal mengandung 96 persen dan sekarang produk tersebut sudah mengandung 99,99 persen timah.
“Kalau bapak ibu sekalian hanya ingin NPI berarti bapak hanya ingin meloloskan barang ini keluar dari Indonesia tidak melakukan hilirisasi lanjutan,” tandasnya. (sumber)
fokus berita : #Bambang Patijaya