Antisipasi TPPO, Christina Aryani Minta Implementasi Tegas UU Pekerja Migran Indonesia
12 Mei 2023
Berita Golkar - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Christina Aryani mendorong implementasi tegas Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal itu penting dilakukan untuk mengantisipasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap terjadi pada PMI.
“Sebenarnya, pasal-pasal dalam beleid tersebut telah mengatur perlindungan PMI dengan maksimal. Namun, (masih) dibutuhkan implementasi tegas dari seluruh pihak terkait untuk mengantisipasi TPPO,” jelas Christina saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Pada kasus penyekapan PMI di Myanmar, misalnya, Christina terus mendorong pihak kepolisian untuk menindak tegas aktor-aktor di dalam negeri yang memberangkatkan Warga Negara Indonesia (WNI).
“Polisi bisa melakukan penelusuran untuk menemukan pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut dan menindak tegas mereka,” ucap politisi Partai Golkar itu.
Sebagai informasi, sebanyak 20 WNI yang menjadi korban TPPO disekap di Myawaddy, Myanmar, sejak November 2022. Kala itu, mereka dijanjikan untuk bekerja sebagai customer service dan operator marketing di Thailand.
Namun, pada praktiknya, mereka justru dibawa ke Myawaddy. Di daerah yang merupakan lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak ini, mereka diperjualbelikan, disekap, disiksa, dan diperbudak untuk bekerja sebagai penipu online (scammer).
Beruntung, mereka telah berhasil dibebaskan berkat diplomasi antara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon, KBRI Bangkok, dan otoritas Myanmar. Antisipasi keberangkatan PMI nonprosedural Christina tak menampik bahwa akar masalah TPPO dan masalah serupa yang dihadapi PMI adalah keberangkatan nonprosedural ke negara tujuan.
“Baik PMI yang berangkat sendiri, misalnya dengan menggunakan visa turis, maupun PMI yang berangkat melalui agen kerja luar negeri nonprosedural, rentan terkena masalah di negara tujuan,” ujar Christina.
Baca Juga: Agus Gumiwang Keberatan RUU Kesehatan Samakan Rokok Dengan Narkotika
PMI yang berangkat ke negara tujuan sesuai prosedur tak akan merasa takut untuk melapor ketika menghadapi masalah. Pemerintah pun dapat menjamin hak-hak PMI sesuai UU berlaku. Sebaliknya, ketika berangkat tidak sesuai prosedur dan menghadapi masalah, PMI akan merasa was-was untuk melapor ke pihak berwajib, seperti KBRI.
Christina mencontohkan kisah Muhammad Yusri yang menjadi yatim piatu di Malaysia tanpa status kewarganegaraan (stateless). Sebagai informasi, Yusri merupakan anak dari seorang ibu berkewarganegaraan Indonesia dan ayah berkewarganegaraan Malaysia.
Ayah Yusri meninggal karena serangan jantung pada Rabu (12/4/2023) setelah ibunya lebih dulu meninggal sekitar satu tahun lalu. Yusri tak punya kewarganegaraan karena kelahirannya belum dilaporkan dan pernikahan orang tuanya tak terdaftar.
“Banyak kasus serupa Yusri. Hal ini terjadi karena WNI tidak mendaftarkan pernikahannya ke pihak terkait. Sebab, umumnya pun mereka merupakan PMI yang bekerja secara ilegal,” ujar Christina.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak di luar perkawinan mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibu. Jika terbukti Yusri lahir dari perempuan WNI, lanjut Christina, dia bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Namun, Christina menegaskan bahwa kepentingan anak tetap harus diutamakan.
“Bila ia kembali ke Indonesia, harus dipastikan dengan siapa dia akan tinggal, bagaimana masa depannya kelak,” ujar Christina.
Untuk diketahui, saat ini, Yusri diasuh oleh Haslinda yang merupakan mantan istri ayah Yusri dari pernikahan sebelumnya. Adapun Haslinda memiliki tiga anak berusia 14-24 tahun.
Berkaca dari kasus Yusri dan maraknya TPPO yang dialami PMI, Christina menekankan bahwa seluruh pihak harus bekerja sama mengantisipasi keberangkatan PMI nonprosedural.
Baca Juga: Atlet Tenis Meja Akhirnya Bisa Ikut SEA Games Kamboja 2023: Terima Kasih Menpora Dito Ariotedjo
“Pemerintah perlu melakukan pengawasan di jalur-jalur ‘tikus’ yang selama ini sering digunakan sebagai pintu gerbang pengiriman PMI ilegal, termasuk juga jalur resmi,” ujar wakil rakyat untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta II itu.
Christina juga meminta pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkoordinasi untuk menurunkan iklan-iklan lowongan pekerjaan yang terindikasi ilegal. Selain itu, dia juga meminta pemerintah melakukan sosialisasi secara lebih masif terkait mekanisme keberangkatan PMI ke luar negeri sesuai prosedur.
“Calon PMI pun harus lebih teliti mengecek kebenaran pekerjaan yang ditawarkan. Jangan mudah tergiur dengan iming-iming gaji besar dengan syarat yang mudah. Pastikan pula kebenaran lowongan pekerjaan tersebut dengan mengecek langsung ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sesuai domisili,” imbuh Christina. (sumber)
fokus berita : #Christina Aryani