25 Juli 2023

Pasang Surut Partai Golkar Selepas Era Reformasi, Raihan Suara Hingga Sikap Politik

Berita Golkar - Selain sedang mengalami gejolak internal, ternyata elektabilitas Partai Golkar diperkirakan bakal terus menurun menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang. Hal itu terungkap berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia yang memaparkan elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu tengah merosot. Meski sempat mendapatkan elektabilitas 16 persen suara pada 2020 dan 15 persen pada 2020, dukungan Golkar merosot tajam pada 2023. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, elektabilitas Golkar yang semula dua digit kini tinggal satu digit.

“Terakhir tinggal 9,2 persen, tinggal 1 digit,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers di YouTube Indikator Politik Indonesia, Minggu (23/7/2023). Burhan mengatakan, data itu mengacu pada hasil survei yang digelar pada 20-24 Juni 2023 dengan cara wawancara tatap muka. Menurut Burhan, berdasarkan hasil survei melalui wawancara via telepon, elektabilitas Golkar lebih rendah yakni sekitar 6-7 persen. “Tapi juga lupa survei telepon hanya mewakili kelompok yang punya Hp,” tutur Burhan.

Burhan menuturkan, wawancara tatap muka merupakan “golden standard” karena responden tidak terbatas pada kelompok masyarakat yang memiliki handphone. Meski demikian, sekalipun menggunakan wawancara tatap muka pada kenyataannya elektabilitas Golkar tetap merosot. “Berdasarkan survei tatap muka sekalipun di mana yang tidak punya Hp juga terekrut dalam sampel kita elektabilitas Golkar juga menurun,” kata Burhan.

Baca Juga:  Metty Triantika Ajak Perempuan Cianjur Kembangkan Usaha dan Melek Politik

Survei Indikator Politik dilakukan terhadap 1.220 responden dari seluruh provinsi dengan usia minimal 17 tahun atau sudah bisa mengikuti pemilu. Responden dipilih dengan metode simple random sampling. Margin of error dari survei ini sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pasang surut Golkar usai reformasi Golkar merupakan kelompok politik terbesar yang menyokong keberlangsungan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Pada masa Orde baru, perolehan kursi Golkar di DPR selalu berada pada posisi teratas. Akan tetapi, ketika itu Golkar diposisikan bukan sebagai partai politik meskipun menjalankan fungsi seperti parpol. Contohnya pada Pemilu 1971, Golkar meraih 236 dari 360 kursi setelah meraup 34.348.673 suara. Perolehan kursi Golkar sejak saat itu terus meningkat dalam 5 pemilu setelahnya. Bahkan mereka sempat mencapai perolehan kursi tertinggi pada Pemilu 1997 yakni 325 dari 400 kursi di DPR.

Selepas reformasi 1998, perolehan suara Golkar masih cukup signifikan meskipun berangsur-angsur menurun. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Golkar masih menjadi partai politik dengan perolehan terbesar kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) dalam Pemilu 1999. Dalam pemilu pasca reformasi itu, Golkar meraup 23.741.749 suara atau 22.46 persen dari keseluruhan jumlah pemilih pada saat itu.

Baca Juga: Wamendag Jerry Sambuaga Optimis Hubungan Ekonomi RI-Inggris Makin Kuat

Ketika itu kursi Golkar di DPR menurun jadi 120 dari 500 kursi. Lantas pada Pemilu 2004, partai yang identik dengan warna kuning itu meraih 24.480.757 suara, atau 21,58 persen dari jumlah pemilih. Kursi mereka di DPR bertambah menjadi 129. Akan tetapi, pada Pemilu 2009 perolehan suara Golkar merosot menjadi 15.037.757 (14,45 persen). Saat itu mereka berada di posisi kedua setelah Partai Demokrat yang meraih 20,81 persen suara. Ketika itu Golkar memperoleh 106 kursi di DPR.

Perolehan kursi Partai Golkar kembali menurun pada Pemilu 2014. Meskipun saat itu Golkar memperoleh 15.037.757 (14.45 persen), tetapi jumlah kursi mereka di DPR hanya mencapai 91 dari 560. Lantas dalam Pemilu 2019, Golkar kembali mengalami penurunan jumlah kursi di DPR. Saat ini Golkar hanya mempunyai 85 dari 575 kursi, setelah mengalami penurunan suara. Pada pemilu 2019, perolehan suara Golkar menurun menjadi 17.229.789 (12.31 persen). Hal itulah yang juga dinilai menjadi salah satu faktor pemicu gejolak di tubuh Partai Golkar.

Sejumlah politikus senior Golkar mendesak digelarnya musyawarah nasional luar biasa (Munaslub). Mereka mengkritik kepemimpinan sang Ketua Umum Airlangga Hartarto yang dianggap belum mampu mengerek elektabilitas diri buat bersaing dalam bursa bakal calon presiden 2024 serta partai. Bahkan Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan politikus Golkar sempat menyatakan bisa menaikkan perolehan suara jika diberi kepercayaan memimpin partai itu. Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro, posisi Golkar saat ini memang sedang terpuruk secara politik. Salah satu penyebabnya, kata Agung, adalah Golkar belum menampilkan tokoh-tokoh politik yang mumpuni secara elektabilitas pribadi dan mengangkat pamor partai.

Menurut Agung, problem kaderisasi di tubuh Golkar itu bisa terlihat dari tokoh yang disodorkan dalam pemilihan presiden langsung beberapa waktu belakangan. "Secara personal Golkar gagap melahirkan figur baik dalam konteks ketua umum maupun capres yang potensial. Ini bisa terdeskripsi dari figur-figur ketua umum yang terpilih maupun capres yang diusung dari pemilu ke pemilu," kata Agung dalam keterangannya seperti dikutip pada Selasa (25/7/2023). (sumber)

fokus berita : #Partai Golkar