Airlangga Hartarto Nilai Permintaan IMF Agar RI Cabut Larangan Ekspor Nikel Bentuk Kolonialisme Modern
27 Juni 2023
Berita Golkar - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel. Pemerintah Indonesia menentang rekomendasi IMF, karena dianggap sebagai bentuk dari kolonialisme modern.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons rekomendasi IMF terkait pencabutan secara bertahap larangan ekspor bijih nikel. Airlangga menegaskan, upaya suatu negara atau organisasi internasional mengatur kebijakan ekspor negara lain merupakan bentuk dari kolonialisme modern.
"Kalau ada negara lain memaksa kita untuk mengekspor komoditas, saya sering sebut sebagai imperialism regulatory atau regulator yang imperialis," katanya.
Airlangga mengemukakan, gaya kolonialisme baru saat ini dilakukan dengan cara imperialism regulatory atau regulator yang imperialis. Suatu negara atau lembaga memaksa negara lain mengekspor komoditas.
Baca Juga: Lahirkan Banyak Akademisi, Rohidin Mersyah Yakin UINFAS Bengkulu Makin Berkembang
Menurutnya, negara atau organisasi internasional yang menolak kebijakan penutupan keran ekspor komoditas tidak mengapresiasi upaya penciptaan nilai tambah yang dilakukan.
Sebelumnya, Dana Moneter Indonesia atau IMF meminta Pemerintah Indonesia mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel. Permintaan itu tertuang dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia.
Direktur eksekutif IMF menyadari bahwa Indonesia tengah fokus melakukan hilirisasi pada berbagai komoditas mentah seperti nikel. Kebijakan ini untuk menciptakan nilai tambah pada komoditas ekspor.
Selain itu, kebijakan larangan ekspor juga menarik investasi asing langsung dan memfasilitasi transfer keahlian dan teknologi. Namun, direktur eksekutif IMF juga memberikan catatan, kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
Baca Juga: Sambangi Pemukiman Padat Kampung Rawa, Basri Baco Disambut Meriah Ratusan Emak-Emak
Kebijakan juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisasi dampak efek rembetan ke wilayah lain.
Para direktur IMF mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain.
Seperti diketahui, bukan hanya IMF yang meminta Pemerintah Indonesia menghapus larangan ekspor bijih nikel atau nikel mentah. Uni Eropa juga telah mengajukan dan memenangkan gugatan terhadap kebijakan Indonesia di Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO).
Keputusan WTO bukan cuma cuma rekomendasi pencabutan larangan ekspor nikel, tetapi juga keputusan dari WTO mengenai nikel. Atas keputusan WTO tersebut, Pemerintah Indonesia akan mengajukan banding.
Seperti diketahui, Indonesia saat ini sedang gencar melakukan upaya hilirisasi dengan membuka keran investasi untuk pembangunan smelter pengolahan nikel. Industri smelter saat ini dominan merupakan investor China.
Baca Juga: Sahbirin Noor Ajak Warga Banjar di Jambi Berkontribusi Bantu Pemerintah Daerah
Pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Tujuannya untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Berdasarkan data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) akhir 2022 lalu, Indonesia saat ini sudah memiliki 43 pabrik berteknologi pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF).
Smelter RKEF ini mengolah saprolit atau nikel kadar tinggi menjadi produk turunan lainnya, seperti Nickel Pig Iron (NPI), Ferro Nikel (FeNi) hingga stainless steel.
Saat ini juga sudah ada 4 pabrik atau smelter berteknologi high-pressure acid leach (HPAL) yang mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonit menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP) hingga menuju ke prekursor, katoda, dan baterai kendaraan listrik.
Kebijakan larangan ekspor komoditas tambang dalam bentuk mentah tidak hanya pada bijih nikel atau ore nickel saja. Pemerintah terus fokus mendorong hilirisasi sebagai langkah investasi dan target industrialisasi dengan rencana mengeluarkan kebijakan larangan ekspor komoditas tambang lainnya dalam bentuk mentah, seperti bauksit, tembaga, dan timah. (sumber)
fokus berita : #Airlangga Hartarto