05 Juni 2023

Airlangga Hartarto Temui Jokowi, Adukan Imperialisme Ekonomi Uni Eropa Yang Bikin Rugi RI

Berita Golkar - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara pada Senin siang, 5 Juni 2023 untuk melaporkan hasil pertemuan Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) di Detroit, Amerika Serikat pada Jumat pekan lalu. Kepada Jokowi, Airlangga melaporkan beberapa regulasi negara lain yang merugikan Indonesia.

"Saya sampaikan ke Presiden bahwa kita pembahasanya itu ada 4 pilar. Pertama trade facilitation dalam pembahasan dan belum selesai, kedua mengenai supply chain ini sudah selesai kemarin di Detroit, ketiga terkait green economy, dan ke empat fair economy," ujar Airlangga di kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 5 Juni 2023.

Dari pembahasan trade facilitation, Airlangga menjelaskan Indonesia menjadi sorotan karena cadangan nikel yang dibutuhkan negara lain sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Ia berharap melalui IPEF, Indonesia bisa mensuplai bahan baku baterai tersebut ke Amerika Serikat.

Selanjutnya, Airlangga menyebut pihaknya melaporkan mengenai European Union Deforestation Regulation (EU DR). Aturan tersebut, kata Airlangga, diundangkan pada Juni di Eropa dan akan diimplementasikan dalam 18 bulan ke depan.

Baca Juga: Bamsoet Ajak Masyarakat Wujudkan Pemilu Damai dan Bahagia

"Dalam waktu 18 bulan, komoditas dari hutan harus diverifikasi due deligence dan harus ada geo tagging, dan komoditas itu kopi kakao, kemudian hasil hutan furniture, CPO, yang berbasis metan seperti sapi," kata Airlangga.

Menurut Airlangga, aturan itu merugikan Indonesia karena waktu implementasi yang sangat singkat. Jika dalam 18 bulan tidak Indonesia tidak bisa mengikuti aturan tersebut, maka 90 hubungan perdagangan dengan Eropa akan terganggu.

Airlangga mengklaim dirinya juga menyampaikan protes ke Wakil Presiden EU soal UU Deforestasi yang dapat mengganggu capaian sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia dan Malaysia. UU itu, menurut Airlangga, bersifat diskriminasi dan punitif dan dirasa berlebihan untuk Indonesia yang tergabung dalam PBB dan WTO.

Meski tidak adil untuk Indonesia, Airlangga menyebut Indonesia tidak bisa protes karena UU Deforestasi merupakan hak EU. Airlangga menyebut protes baru bisa disampaikan saat penerapan regulasi tersebut. Salah satu protes yang akan diajukan itu mengenai lag of clarity dan transparansi jenis barang.

"Saya beri contoh, Indonesia punya FLEGT atau SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) untuk furnitur, dan itu sudah berlaku dari tahun 2002. Nah, 20 tahun kemudian mereka buat UDR dan mereka katakan FLEGT itu mereka akui. Sama juga di kelapa sawit seperti ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), mereka belum akui. Jadi kalau itu tidak diakui standarnya, tidak jelas dan transparan, itu menimbulkan gejolak," ujar Airlangga.

Baca Juga: Soal Pilpres 2024, Firman Soebagyo: Partai Golkar Sarat Pengalaman

Kepada Jokowi, Airlangga menyampaikan UU Deforestasi Uni Eropa cenderung menguntungkan perusahaan besar, tetapi merugikan kepada 15 juta petani di Indonesia dan merugikan kepada 700 ribu farmer di Malaysia. Sebab, ongkos untuk verifikasi suatu produk yang tidak murah tidak jelas dibebankan kepada siapa.

Selanjutnya, Airlangga juga mengadukan kepada Jokowi soal rating negara yang diatur dalam UU Deforestasi Uni Eropa. Menurut politikus Golkar ini, tidak tepat sebuah negara membuat rating negara lain.

Untuk negara level low risk, Airlangga menyebut 3 persen dari produk yang diimpor ke Eropa harus diuji sampel, sementara standard risk 6 persen, dan high risk 9 persen. "Nah ongkos verifikasi ini siapa yang bayar? Saya katakan, kalau di-push ke negara produsen, berarti menekan petani, tapi kalau di-pass trough ke konsumen, ya silakan saja konsumer Eropa bayar," kata Airlangga.

Lebih lanjut, Airlangga menyebut Undang-Undang Deforestasi ini merugikan Indonesia dan protes tersebut telah disampaikan ke Parlemen Uni Eropa.

Baca Juga: Menpora Dito Ariotedjo Konfirmasi Formula E Jakarta 2024 Bakal Digelar Malam Hari

"Ini adalah bentuk daripada imperialisme regulasi, karena regulasi mengatur negara lain. Kita membuat Undang-Undang untuk di negara sendiri, ini mengatur negara lain tanpa clarity daripada transparansi. Ini lah yang kemarin misi yang saya bahas di Amerika maupun di Eropa," kata Airlangga. (sumber)

 

fokus berita : #Airlangga Hartarto