Elit Parpol Harus Dukung Ajakan Airlangga Hartarto Tolak Politik Identitas
01 Mei 2023
Berita Golkar - Ajakan Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, agar sama-sama menolak politik identitas pada Pemilu 2024 dinilai harus disambut semua pihak termasuk elite partai. Hal ini dikatakan oleh Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin. Ujang sepakat dengan ajakan Menko Perekonomian itu demi menciptakan Pemilu 2024 yang jujur dan adil.
"Soal politik identitas itu saya sepakat ya jangan dilakukan. Jangan dipertajam, harus dilupakan dan harus dihindari dan ditinggalkan," kata Ujang, Senin (1/5/2023). Tidak hanya masyarakat, Ujang menilai, menolak politik identitas juga harus didukung hingga ke level elite partai politik. Sebab, Ujang melihat hingga kini elite politik belum secara konsisten melakukan gerakan antipolitik identitas. Hal itu lanjut Ujang, terlihat dari bagaimana elite politik seakan ingin Pilpres 2024 hanya diikuti oleh dua pasang calon saja.
"Itu sama saja elite-elite politik itu seolah-olah mau menghilangkan politik identitas tapi mengonstruksi koalisinya itu hanya dua calon yang justru mempertajam politik identitas. Pasti pertarungannya akan mengarah ke politik identitas," ucap Ujang. "Oleh karena itu kalau sepakat, misalkan hilangkan politik identitas, saya sepakat. Tetapi ya paling tidak pasangan capres-cawapresnya ada tiga, agar pertarungannya tidak terlalu keras. Ada pemecah ombak di poros yang ketiga itu," sambungnya.
Dia mengimbau kepada publik, untuk sama-sama menolak politik identitas, minimal tidak ikut serta menggelorakan isu-isu yang mengarah ke politik identitas. "Oleh karena itu, kita harus melihat secara utuh tentang politik identitas. Kalau politik identitas digunakan untuk memecah belah bangsa, harus dilawan," ujarnya.
Baca Juga: Survei Indikator: Meski Trennya Turun, Ridwan Kamil Masih Cawapres Dengan Elektabilitas Terkuat
Pasangan capres-cawapres pun, kata Ujang, perlu juga secara tegas menyerukan anti-politik identitas kepada para timses hingga relawan. Ujang menilai, capres-cawapres tidak mungkin tidak mengetahui bahwa pendukungnya memainkan isu politik identitas yang membahayakan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
"Oleh karena itu capres dan cawapresnya mesti berjiwa besar untuk tidak memainkan isu politik identitas dalam pilpres nanti agar kita tetap bersatu. Agar persaingan Pilpres itu berjalan secara jujur dan adil. Kita boleh berbeda, pilihan boleh beda, tapi tetap bersaudara satu sama lain. Itu yang harus kita bangun," tambahnya.
Sebelumnya, Airlangga mengingatkan kesatuan politik setelah Pemilu itu penting. Menko Perekonomian ini menyakini, persatuan politik setelah Pemilu harus dirintis dari sekarang karena negara harus diurus secara bersama-sama.
"Perbedaan kita hanya pada tanggal 14 Februari, pada saat masyarakat memilih, mencoblos, sesudah itu kita kembali bersama bangun bangsa," kata Airlangga saat jumpa pers usai pertemuan dengan Partai Demokrat, Sabtu 29 April 2023.
Baca Juga: Kunjungan Kerja ke AS, Ridwan Kamil Bakal Bawa Rupabumi Jabar Mendunia
Airlangga menyampaikan, Golkar harus terus membuka silaturahmi dan dialog dengan partai politik termasuk dengan Demokrat yang memposisikan diri sebagai oposisi Pemerintah. Seperti diketahui, Golkar membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan partai mitra koalisi pemerintah yakni PAN dan PPP. Sementara Demokrat dengan Koalisi Perubahan yang berisikan Partai Nasdem dan PKS.
"Karena penting bagi Indonesia agar seluruh partai ini suasananya adem, dan kita memasuki pesta politik tidak dengan tegang tapi politik dengan kebahagian," tambahnya.
Politik kebahagiaan dalam pesta politik bagi Airlangga hanya bisa terjadi jika komunikasi antar parpol baik yang berasal dari koalisi yang sama atau berbeda tetap intens. Airlangga meyakini, Indonesia adalah negara besar yang tidak mungkin seluruh persoalan dapat diselesaikan oleh satu partai politik.
"Satu parpol tidak bisa menyelesaikan semua persoalan di negeri ini. Kita harus bersama-sama," tegasnya. Partai Golkar dan Demokrat sepakat bahwa Pemilu itu bukan the winner take it off (pemenang kuasai semua) seperti yang berlaku di Amerika Serikat. Airlangga meyakini, demokrasi Pancasila yang berlaku di Indonesia adalah siapa pun pemenangnya maka pembangunan dilakukan bersama-sama.
"Sama seperti pertandingan olahraga voli misalnya, begitu sudah ada yang juara pembentukan tim nasional bukan dari juara itu sendiri, harus dibentuk semua tim," ungkapnya. Ia sekali lagi berharap, perjalanan Pemilu 2024 memiliki nuansa pesta politik penuh dengan kebahagian. Bukan pesta politik yang membelah bangsa ini menjadi dua dengan politik identitas. Karena kata Airlangga, politik identitas akan meninggalkan luka lama yang tidak mudah sembuh dalam waktu yang pendek.
"Paling kita khawatirkan kalau bangsa ini terbelah dengan politik identitas, kalau di ekonomi ada istilah namanya scare, ada luka yang dalam, demikian juga politik, ada scare, luka yang dalam dan tidak dalam waktu dekat dia sembuh," katanya.
Airlangga mengajak seluruh elemen masyarakat meninggalkan politik identitas, meski berbeda posisi dalam memandang pemerintah. Menurut Airlangga setiap elemen termasuk partai politik yang ada di pemerintahan maupun di luar memiliki fokus yang sama yakni tantangan kesejateraan dan kemajuan rakyat setelah bonus demografi yang diprediksi berakhir tahun 2038.
"Tinggalkan politik identitas, kita tidak harus dalam posisi sama tapi yang paling sulit adalah dalam posisi berbeda, kita bertujuan yang sama untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia pasca bonus demografi," tutupnya. (sumber)
fokus berita : #Airlangga Hartarto