01 Mei 2023

Agar Selamat di Tahun 2024, Habib Najib Salim Minta Partai Golkar Hati-Hati Memilih Rekan Koalisi

Berita Golkar - Pengamat politik Habib Najib Salim Attamimi menyebut bahwa Golkar harus hati-hati memilih koalisi dalam Pemilu 2024 mendatang. Menurut dia, dinamika politik menjelang pemilihan Presiden dan legislatif 2024 kian menghangat pasca PDI Pejuangan mengumumkan calon presidennya pada 21 April 2023 lalu.

Ada tiga koalisi besar, yaitu koalisi perubahan, seperti Partai Nasdem, PKS dan Demokrat. Koalisi Indonesia Baru yaitu Partai Golkar, PPP dan PAN serta Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yaitu Partai Gerindra dan PKB.

Dinamikan semakin mamanas kata Najib, setelah adanya pengumuman resmi Capres PDI Perjuangan tersebut. Yang jelas menurut Najib, sangat mempengaruhi koalisi-koalisi partai politik yang telah ada saat ini.

PDI Perjuangan dalam perolehan kursi legislatif di Senayan atau DPR RI, sudah melebihi 20 persen hingga dapat mengusung Capres sendiri, belum memiliki koalisi. Sehingga, sikap PDI Perjuangan dibawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri  ini yang konsisten mengusung Capres dari kader partai sendiri.

Baca Juga: Dave Laksono Desak Pemerintah Gerak Cepat Bebaskan WNI Yang Disekap di Myanmar

"Kini menghadapi ujian ikatan koalisi di antara mereka, yang membuat partai berlogo kepala banteng moncong putih  itu unggul di sejumlah survei elektabilitas parpol," kata Najib, yang juga sebagai Founder Al-Hassanah Foundation Probolinggo, Minggu (30/4/2023).

Najib mengungkapkan, peluang berkoalisi kini terbuka dengan PDI Perjuangan untuk mengisi posisi Cawapresnya. Sedangkan koalisi perubahan hingga kini masih tetap konsisten mengusung Capres Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI."Meskipun nama Cawapresnya belum juga diumumkan,"paparnya.

Sementara Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya berusaha menjaga soliditas dua partai dengan satu formula paket."Prabowo, sebagai Capres dan Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres," tegasnya.

Namun koalisi ini dibayangi pengalaman buruk sikap politik Partai Gerindra yang berpindah haluan pasca kalah di Pemilu Presiden tahun 2019 silam. Dimana, Partai Gerindra yang semula menjadi opisisi, berubah menjadi pendukung pemerintah dengan Prabowo duduk sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Gotong Royong.

Baca Juga: Survei Indikator: Meski Trennya Turun, Ridwan Kamil Masih Cawapres Dengan Elektabilitas Terkuat

"Perubahan sikap ini sangat mengecewakan pendukung Prabowo. Kubu yang mengalami guncangan masih justru KIB. Karena dua anggotanya yaitu PAN dan PPP,” ucap Najib.

"Menunjukkan sikap berpaling ke pilihan lain. Padahal lokomotif koalisi ini adalah Partai Golkar yang menjadi partai kedua pemenang Pemilu 2019 dan telah menetapkan Ketua Umumnya sebagai Calon Presiden," sambungnya.

Namun nama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, belum cukup meyakinkan kolega koalisinya. Apalagi, PPP secara resmi bahkan mengumumkan Capres PDI Perjuangan Ganjar Pranowo sebagai Capres mereka.

PAN pun melalui Ketua Umumnya beberapa kali memberikan sinyal memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo. Sikap ini, menurut Najib, mencederai semangat kebersamaan yang seharusnya terbangun dalam koalisi.

Baca Juga: Kunjungan Kerja ke AS, Ridwan Kamil Bakal Bawa Rupabumi Jabar Mendunia

“Setidaknya ada komunikasi, jangan bertindak tanpa omong dulu dengan rekan koalisinya,” tambah Najib. Ia kembali mengungkapkan, akibat tidak adanya kekompakan di antara anggota koalisi, partai-partai politik memberikan kesan kuat kepada publik. Sehingga, mereka tidak konsisten dalam berpolitik.

“Bukannya memikirkan platform atau program untuk menjadi kekuatan koalisi malah sibuk mencari peluang untuk mengamankan posisi di tahun 2024,” lanjut Najib.

Najib, membandingkan sikap partai di negara-negara Eropa dalam berkoalisi. Dalam politik, sikap partai-partai yang tidak konsisten ini berbahaya untuk rekan koalisi, juga bagi pemilih.

“Di sana pemilih hanya dijadikan stempel, bukan suara atau kepentingan untuk diperjuangkan,” katanya. Memang banyak pihak menilai relasi internal koalisi saat ini masih cair. Koalisi yang terbentuk bisa berlanjut, bisa bubar atau bahkan muncul koalisi baru dalam perjalanan menuju 2024. Karenanya penting bagi partai-partai yang konsisten dalam memilih rekan koalisinya dan masyarakat ketika memilih partai yang didukungnya.

“Berkoalisi ini harus punya keyakinan dan kebersamaan. Partai Golkar harus berhati-hati memilih rekan koalisi dalam Pemilu 2024 nanti baik Pilpres maupun Pileg,” tandas Najib. (sumber)

 

fokus berita : #Habib Najib Salim